partikel density, bulk density, total ruang pori, dasar ilmu tanah

TINJAUAN PUSTAKA
Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang tersebar luas di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya serta sebagian kecil di pulau Jawa, terutama di Wilayah Jawa Barat (Munir, 1995). Ultisol merupakan tanah yang telah mengalami pelapukan lanjut dan berasal dari bahan induk yang sangat masam. Tanah ini mengandung bahan organik rendah dan strukturnya tidak begitu mantap sehingga peka terhadap erosi (Hardjowigeno, 1987). Pembentukan tanah berjalan cepat didaerah yang beriklim humid dengan suhu tinggi dan curah hujan tinggi. Seperti halnya di Indonesia Ultisol telah mengalami pencucian yang sangat intensif menyebabkan ultisol memiliki kejenuhan basa yang rendah dan pelapukan mineral yang rendah. Tanah Ultisol memiliki kepadatan tanah 1,10-1,35 g/cm3, tingkat permeabilitas, infiltrasi dan perkolasi sedang hingga lambat dan kemasaman tanah tinggi, kejenuhan Al tinggi, KTK rendah, kandungan N, P,dan K rendah sehingga Ultisol miskin secara fisik dan kimia. Pelapukan yang telah lanjut pada Ultisol membentuk liat oksida hodrous Fe dan Al dalam jumlah yang tinggi dan dapat bereaksi dengan P membentuk sederetan P hidrouksid yang sukar larut, sehingga kurang tersedia bagi tanaman (Tan, 1992).

Sifat Fisika Tanah Bulk Density Bulk menyatakan tingkat kepadatan tanah yaitu berat kering suatu volume tanah dalam keadaan utuh yang biasanya dinyatakan dengan g/cm3. Perkembangan struktur yang paling besar pada tanah-tanah permukaan dengan tekstur halus menyebabkan kerapatan massanya lebih rendah dibandingkan tanah berpasir. Kerapatan massa (Bulk Density) dihitung sebagai berikut : Kerapatan massa = Berat tanah (g)/Volume tanah (cm3) (Foth, 1988). Kerapatan massa lapisan yang bertekstur halus biasanya antara 1,0-1,3 g/cm3. Jika struktur tanah kasar maka kerapatan massa 1,3-1,8 g/cm3. Dimana makin padat suatu tanah makin tinggi kerapatan massa atau bulk densitynya sehingga makin sulit meneruskan air atau ditembus oleh akar tanaman. Pemberian bahan organik pada tanah dapat menurunkan Bulk Density tanah, hal ini disebabkan oleh bahan organik yang di tambahkan mempunyai kerapatan jenis yang lebih rendah. Kemantapan agregat yang semakin tinggi dapat menurunkan bulk density tanah maka persentase ruang pori – pori semakin kasar dan kapasitas mengikat air semakin tinggi (Kartasapoetra dan Sutedjo, 1991). Kepadatan tanah erat hubungannya dengan penetrasi akar dan produksi tanaman. Jika terjadi pemadatan tanah maka air dan udara sulit disimpan dan ketersediaannya terbatas dalam tanah menyebabkan terhambatnya pernapasan akar dan penyerapan air dan memiliki unsur hara yang rendah karena memiliki aktivitas mikroorganisme yang rendah (Hakim,dkk,1986). Universitas Sumatera Utara
ii
Total Ruang Pori Ruang pori tanah ialah bagian yang diduduki udara dan air. Jumlah ruang pori sebagian ditentukan oleh susunan butir-butir padat, apabila letak keduannya cenderung erat, seperti pada pasir atau subsoil yang padat, total porositasnya rendah.Sedangkan tersusun dalam agregat yang bergumpal seperti yang kerap kali terjadi pada tanah-tanah yang bertekstur sedang yang besar kandungan bahan organiknya, ruang pori persatuan volume akan tinggi (Buckman and Brady, 1984). Total ruang pori dapat dihitung dengan menggunakan data bobot jenis partikel – partikel dan bobot isi tanah sebagai berikut: TRP = 1 - PDBD X 100% Dimana: TRP = Total Ruang Pori BD = Bulk Density (g/cm3) PD = Partikel Density (Sutanto, 2005). Tanah bertekstur halus akan mempunyai persentase pori total lebih tinggi dari pada bertekstur kasar, walaupun ukuran pori dari tanah bertekstur halus kebanyakan sangat kecil dan porositas sama sekali tidak menunjukkan distribusi ukuran pori dalam tanah yang merupakan suatu sifat yang penting (Sarief, 1986).
Porositas tanah erat hubungannya dengan bulk density serta permeabilitas. Apabila total ruang pori tinggi maka memiliki tekstur tanah yang halus yang dapat menyimpan air dan udara dalam tanah sehingga menyebabkan kerapatan massa (bulk density) yang rendah.
Permeabilitas Permeabilitas merupakan kemampuan tanah untuk meneruskan air atau udara. Permeabilitas umumnya diukur sehubungan laju aliran air melalui tanah dalam suatu massa waktu dan dinyatakan sebagai cm per jam. Ini mengakibatkan pergerakan udara yang berhubungan dengan volume tanah yang kosong, bukan ukuran pori dan kesinambungan ruang pori. (Foth, 1994). Cepat atau lambatnya tanah meneruskan air atau udara dalam tanah dapat dilihat pada kelas permeabilitas Tabel 1 Tabel 1 : Kelas permeabilitas
Kelas Permeabilitas
Permeabilitas (cm/jam)
Sangat Lambat Lambat Agak Lambat Sedang Agak Sedang Cepat Sangat Cepat
<0,1 0,1 – 0,5 0,5 – 2,0 2,0 – 6,5 6,5 – 12,5 12,5 – 25 >25
Sumber : Sutanto,2005 Permeabilitas tanah diukur dengan metode De Boodt. Permeabilitas tanah ditetapkan dalam keadaan jenuh pada contoh tanah yang tidak terganggu yang dirumuskan dengan: K = txhxAQxL Dimana : K = Permeabilitas ( cm/jam ) Q = Banyaknya air setiap pengukuran ( cm3 ) L = Tebal contoh tanah ( cm )
H = Tinggi permukaan air dari permukaan tanah ( cm2 ) A = Luas permukaan contoh tanah ( cm2 ) t = Waktu ( jam ) (Sutanto, 2005).
Sifat Kimia Tanah C-Organik Karbon merupakan bahan organik yang utama yaitu berkisar 47%, karbon diserap tanaman berasal dari CO2 udara, kemudian bahan organik didekomposisikan kembali dan membebaskan sejumlah karbon. Sejumlah CO2 bereaksi dalam bentuk asam Carbonat Ca, Mg, K atau Bikarbonat (Hakim, 1986). Pengaruh pemberian bahan organik terhadap sifat biologi tanah adalah meningkatkan aktivitas mikroorganisme, sehingga kegiatan mikroorganisme dalam menguraikan bahan organik juga meningkat, dengan demikian unsur hara yang terdapat di dalam tanah menjadi tersedia bagi tanaman. Tersedianya bahan organik dalam tanah mempengaruhi populasi dan jenis mikroflora (bakteri, jamur dan aktinomycetes) di dalam tanah (Purbayanti, dkk, 1988). Penambahan bahan organik dalam tanah dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah seperti meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang dapat melepaskan asam organik yang tersedia dalam tanah, meningkatkan total ruang pori tanah, menurunkan kepadatan tanah yang dapat menyebabkan kemampuan mengikat air dalam tanah tinggi. Bahan organik juga dapat menyumbangkan unsur hara N, P, K, Ca, Mg serta mengurangi fiksasi fosfat oleh Al dan Fe dalam tanah (Sutanto, 2002).

Unsur Hara N
Nitrogen merupakan unsur hara makro utama yang sangat penting untuk pertumbuhan tanaman. Nitrogen diserap oleh tanaman dalam bentuk ion NO3- atau NH4+ dari tanah. Dalam tanah kadar Nitrogen sangat bervariasi, tergantung pada pengelolaan dan penggunaan tanah tersebut. Tanaman dilahan kering umumnya menyerrap ion nitrat NO3- relatif lebih besar jika dibandingkan dengan ion NH4+ Ketersediaan Nitrogen dalam tanah akan meningkatkan produksi tanaman, kadar protein, dan kadar selulosa, tetapi sering menurunkan kadar sukrosa, polifruktosa dan pati. Hasil asimilasi CO2 diubah menjadi karbohidrat dan karbohidrat ini akan disimpan dalam jaringan tanaman apabila tanaman kekurangan unsur Nitrogen. Untuk pertumbuhan yang optimum selama fase vegetatif. Pembentukan senyawa organik tergantung pada imbangan ion-ion lain, termasuk Mg untuk pembentukan klorofil dan ion fosfat untuk sitesis asam nukleat (Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Unsur Hara P Fosfor merupakan unsur hara yang diperlukan oleh tanaman dalam jumlah yang besar (hara makro). Jumlah Fosfor dalam tanaman lebih kecil dibandingkan dengan nitrogen dan kalium. Tanaman menyerap Fosfor dalam bentuk anion (H2PO4) dan (HPO4-2). Fosfor yang diserap tanaman dalam bentuk anorganik cepat berubah menjadi senyawa Fosfat organik. Fosfor ini mudah bergerak antar jaringan tanaman dan kadar optimal Fosfor dalam tumbuhan vegetatif dalam 0,3% - 0,5% dari berat kering tanaman (Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Diantara tiga unsur hara penting (N, P dan K) pemberian unsur hara P sering menunjukkan pengaruh yang nyata pada tanaman. Kekahatan Fosfat merupakan salah satu masalah kesuburan tanah paling penting di daerah tropik (Pasaribu dan Suprapto, 1985).


Fosfor sangat penting dalam pembentukan bunga, buah maupun biji, pembagian sel, pembentukan lemak serta albumin, kematangan tanaman,perkembangan akar, memperkuat batang sehingga tidak mudah rebah, meningkatkan kualitas tanaman serta meningkatkan ketahanan terhadap hama dan penyakit (Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Unsur Hara K Unsur hara K merupakan unsur hara makro ketiga setelah N dan P yang paling banyak diserap tanaman, seperti tanaman tembakau, padi, jagung, apel, jeruk dan tomat, umbi lobak dan kentang (Hanafiah, 2005). Ketersediaan K dalam tanah dapat membentuk dan memperkuat karbohidrat, sebagai katalisator dalam pembentukan protein, mengatur berbagai kegiatan unsur mineral, menetralkan reaksi dalam sel terutama dari asam organik, menaikkan pertumbuhan jaringan meristem, memperkuat tegaknya batang, membantu pembentukan biji tanaman menjadi lebih berisi dan padat, menjadi lebih tahan terhadap hama dan penyakit (Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Tanaman jagung memerlukan Kalium sebanyak N untuk menghasilkan hasil produksi yang baik. Kalium diperlukan untuk memperkuat batang, melawan penyakit dan translokasi air dalam tumbuhan. Kalium penting untuk kesehatan tangkai dan sering juga dihubungkan dengan kepekaan kebusukan tangkaidan toleransi kekuatan batang. Gejala kekurangan Kalium adalah klorosis (menguning) yang diikuti oleh nekrosis (kematian jaringan) sepanjang garis tepi daun mulai dari ujung daun. Kekurangan kalium sering terjadi dengan hilangnya residu panen atau distribusi residu tidak seimbang dengan panen yang sebelumnya serta kekurangan ditekankan karena cuaca kering (Winarso, 2005).

Rasio C/N Nisbah C/N merupakan indikator yang menunjukkan tingkat dekomposisi dari bahan organik tanah. Apabila makin tinggi dekomposisinya maka makin kecil nisbah C/N-nya. Jika nisbah dari bahan organik segar yang dibenamkan kedalam tanah lebih besar dari 20, mikroorganisme yang terlibat didalam proses dekomposisi tersebut biasanya sulit memperoleh Nitrogen yang memadai dari bahan organik itu sendiri (Indrianada, 1986). Apabila nisbah C/N lebih kecil dari 20 menunjukkan terjadinya mineralisasi N, apabila lebih besar dari 30 maka terjadi immobilisasi N, jika diantara 20 – 30 berarti mineralisasi seimbang dengan immobilisasi (Hanafiah, 2005). Universitas Sumatera Utara

Komentar

Postingan populer dari blog ini

isu global, pemanasan global, global warming, strategi mengurangi global warming, efek rumah kaca, tanaman padi, tanah sawah, CO2, CH4, N2O,

budidaya, kelapa sawit, produksi kelapa sawit, jenis kelapa sawit, pertumbuhan kelapa sawit, permasalahan kelapa sawit, tanaman perkebunan

kelapa sawit, budidaya kelapa sawit, elaeis jack, pemupukan